A.
Sejarah Suku jawa di Suriname
Adanya orang Jawa di Suriname ini tak dapat dilepaskan dari adanya
perkebunan-perkebunan yang dibuka di sana. Karena tak diperbolehkannya
perbudakan di sana, dan orang-orang keturunan Afrika dibebaskan dari perbudakan. Di akhir 1800-an Belanda mulai mendatangkan para kuli kontrak asal Jawa, India dan Tiongkok. Orang Jawa awalnya ditempatkan di Suriname tahun
1880-an dan dipekerjakan di perkebunan gula dan kayu yang banyak di daerah
Suriname.
Orang Jawa tiba di Suriname dengan banyak cara, namun banyak yang dipaksa
atau diculik dari desa-desa. Tak hanya orang Jawa yang dibawa, namun juga ada
orang-orang Madura, Sunda, Batak, dan daerah
lain yang keturunannya menjadi orang Jawa semua di sana.
Orang Jawa menyebar di Suriname, sehingga ada desa bernama Tamanredjo dan Tamansari. Ada pula yang berkumpul di Mariƫnburg. Orang Jawa
Suriname sesungguhnya tetap ada kerabat di Tanah Jawa walau hidupnya jauh
terpisah samudra, itu sebabnya bahasa Jawa tetap lestari di daerah Suriname. Mengetahui Indonesia sudah 'merdeka', banyak orang Jawa yang berpunya kembali
ke Indonesia. Kemudian, di tahun 1975 saat Suriname merdeka dari Belanda, orang-orang yang
termasuk orang Jawa diberi pilihan, tetap di Suriname atau ikut pindah ke
Belanda. Banyak orang Jawa akhirnya pindah ke Belanda, dan lainnya tetap di Suriname. Rata-rata orang Jawa
Suriname beragama Islam, walau ada sedikit yang beragama lain.
Yang unik dari orang Jawa Suriname ini, dilarang menikah dengan anak cucu
orang sekapal atau satu kerabat. Jadi orang sekapal yang dibawa ke Suriname itu
sudah dianggap bersaudara dan anak cucunya dilarang saling menikah.
Orang Jawa Suriname berjumlah sampai
15% penduduk Suriname.
Migrasi
suku bangsa Jawa ke mancanegara umumnya hanya diketahui berlangsung ke Suriname
di Amerika Selatan. Masyarakat Jawa Suriname yang mulai didatangkan sebagai
kuli kontrak tahun 1890 sudah mengorganisasi diri pada tahun 1918 dalam
perkumpulan bernama Tjintoko Moeljo.
Suasana
pabrik kayu lapis di Kota Paramaribo, Republik Suriname, pada tahun 1950-an.
Warga Suku Jawa banyak yang bekerja di perbagai sektor industri di Suriname
setelah berakhirnya era perkebunan.
Duta Besar
Republik Suriname untuk Republik Indonesia Angelic Caroline Alihusain-del
Castilho mengatakan, masyarakat Jawa Suriname terkonsentrasi di sejumlah
distrik, seperti Commewijne, Saramacca, dan Nickerie. Selanjutnya masyarakat
Jawa mendirikan masjid dan Perkumpulan Islam Indonesia pada tahun 1932. Namun,
ada keunikan karena perbedaan soal kiblat bagi masyarakat Jawa di Suriname.
Suriname
berada di sebelah barat Kota Suci Mekkah, Arab Saudi, sedangkan masjid di
Indonesia, yang berada di sebelah timur Arab Saudi, memiliki kiblat ke
barat.”Akhirnya ada kelompok yang membangun masjid dengan berkiblat ke barat
seperti di Jawa. Tetapi, ada juga yang membangun masjid dengan berkiblat ke
arah timur sesuai letak Suriname yang berada di barat Arab Saudi. Meski
demikian, semua hidup rukun, Selepas Republik Indonesia merdeka, sempat satu
rombongan Jawa Suriname kembali ke Tanah Air. Presiden Soekarno memberikan
lahan di Sumatera Barat yang dinamakan para migran Jawa Suriname sebagai
Tongar. Proyek tersebut gagal sehingga tidak ada rombongan berikut yang kembali
dari Suriname ke Indonesia.
Semasa
persiapan hingga kemerdekaan Suriname, banyak warga suku Jawa yang memilih hijrah ke
Negeri Belanda. ”Keluarga Jawa Suriname kebanyakan punya kerabat di Holland. Mereka memiliki kedekatan khusus dengan
Belanda sebagai rumah kedua orang Jawa Suriname. Di perkirakan ada sekitar 40.000 orang Jawa
Suriname yang tinggal di Belanda saat ini.
Cape of
Good Hope adalah tempat pertama kalinya para budak asal Jawa dan Madagaskar
mendarat di Afrika Selatan pada sekitar tahun 1652. Para budak tersebut
kemudian dinamai etnis Cape Malay. Namun, karena namanya Malay, maka
orang-orang Afrika Selatan lebih mengenal Malaysia dibandingkan dengan
Indonesia.
Datangnya
para budak dari Indonesia disusul dengan pengasingan Syech Yusuf dari Makassar
di Cape Town pada 1694 oleh Belanda semakin meneguhkan posisi Indonesia dalam
sejarah Afrika Selatan. Bahkan, Syeh Yusuf, ulama muda dan juga pemimpin
tentara Kesultanan Banten, juga merupakan penyebar agama Islam pertama di
bagian selatan benua hitam ini. Selain Syeh Yusuf, sebenarnya ada nama lain seperti
Abdullah Ibn Qadi Abdussalam asal Tidore.
Belanda
sangat khawatir dengan perkembangan Islam di Cape Town, kemudian memindahkan
dan mengisolasi Syeh Yusuf ke Zandvliet, di luar Cape Town. Namun, upaya
Belanda tersebut gagal dan Islam tetap berkembang pesat di Cape Town. Kesadaran
sebagai orang asal Indonesia sudah dirasakan oleh beberapa orang Afrika Selatan
terutama para Muslim. Bahkan, mereka langsung menyatakan mereka juga keturunan
Indonesia khususnya Banten. Memang sebelumnya ada “kesalahpahaman” tentang
Malay.asumsi orang selama ini Malay sama dengan Malaysia, dan mereka juga
diidentikan dengan keturunan Malaysia. “Namun, kini mereka sudah tahu anggapan
itu salah.
Asal usul
Cape Malay. “Mungkin karena berasal dari daerah atau kawasan orang-orang Melayu
kemudian dinamakan Malay. Sebenarnya pula, para budak tersebut bukan berasal
dari etnis Melayu. Para budak disebutkan didatangkan dari Jawa, sedangkan Syeh
Yusuf orang Makassar,”
Cape Malay
yang sekarang ini juga disebut Cape Muslim, sudah menjadi etnis tersendiri di
Afrika Selatan. etnis Cape Malay masuk dalam golongan kulit berwarna (colored),
kastanya lebih tinggi dibandingkan dengan kulit hitam, tetapi di bawah kulit
putih. Karena “kesalahpahaman” kemudian “klaim” Malaysia, Indonesia harus
berjuang untuk memperkenalkan diri. “Mengubah persepsi orang sangat sulit,
tetapi mereka akan terus memperkenalkan Indonesia di Afrika Selatan. Indonesia
merupakan bagian dari sejarah Afrika Selatan,”
B.
Kehidupan
Mayarakat Jawa di Suriname
Kursus Bahasa Jawa di Suriname
Sejak tahun 2000 di buka kursus bahasa Indonesia dan bahasa Jawa untuk warga
Suriname. Bertempat di KBRI Paramaribo, Pesertanya memang tidak banyak dan masih
didominasi orang tua. Agar kemampuan berbahasa yang diperoleh dari kursus tidak
hilang begitu saja, dibentuk Ikatan Alumni Kursus Bahasa Jawa (IKA-KBJ) dan
Ikatan Alumni Kursus Bahasa Indonesia (IKA-KBI). Secara berkala, alumni
berkumpul untuk berbicara dalam bahasa Jawa dan Indonesia.
Dari
kursus itulah mereka menguasai bahasa Indonesia serta mengerti tata bahasa Jawa
sesuai yang berlaku di tempat asalnya. Selama ini penggunakan ejaan Belanda
untuk menulis kosa kata bahasa Jawa marak di gunakan oleh masyarakat suku jawa
di suriname. kemampuan berbahasa Jawa dan Indonesia itu penting bagi warga
keturunan Jawa di Suriname. Meski bukan berkebangsaan Indonesia, mereka
tetaplah manusia Jawa. “Manusia Jawa itu punya identitas, salah satunya bahasa
Jawa. Maka agar tidak kehilangan identitas, mereka harus menguasai bahasa
Jawa,”
C.
Kebudayaan Suku Jawa di Suriname
Budaya Jawa tumbuh dan berkembang jauh di
negeri seberang yang notabene berjarak ribuan kilometer dengan jarak tempuh 23
jam pesawat udara. Tetapi hilang terkikis di tanah kelahirannya. Salah satu hal budaya yang masih sangat kelihatan adalah
penggunaan nama seseorang. Di belahan dunia manapun nama menjadikan ciri khas
seseorang sebagai warisan budaya yang memberikan ciri kearifan local. Misalkan
: Martodikromo, Joyopawiro,
Pontjodikromo, Kartosenoto. Di tengah era globalisasi saat ini mereka
masih mampu mempertahankan budaya lokalnya masing-masing, walaupun itu hanya
sebuah nama, yang merupakan bagian kecil dari budaya yang dimilikinya. Sungguh
ironi, budaya penggunaan nama sebagai budaya local saat ini telah hilang tanpa
bekas. Sedangkan saudara-saudara kita yang jauh ribuan kilometer dari tanah
kelahiran nenek moyangnya masih mampu mempertahankan penggunaan nama tersebut.
Komunitas
masyarakat Jawa di Suriname berusaha untuk tetap mempertahankan budaya.ini di buktikan dengan adanya
yayasan-yayasan yang dipakai sebagai penyaluran mereka dalam mengekspresikan
budaya tradisional, seperti tarian dan seni bela diri pencak silat.
komunitas
Jawa di Suriname kerap mengadakan seminar atau menggelar pameran sosial,
politik, serta budaya. Kegiatan-kegiatan, semacam bersih desa, hari orang tua,
dan peringatan hari imigrasi pun diadakan setiap tahun. Bahkan demi hormat
kepada generasi tua, upacara-upacara rutin, seperti kendurian, masih terus
dilanjutkan.
SUMBER : nationalgeographic.co.id/.../komunitas-jawa-di-suriname-/ giewahyudi.com/radio-
dan-televisi-berbahasa-jawa-di-suriname/ luar-negeri.kompasiana.com/.../budaya-jawa- bertahan-di-negeri-orang/ id.wikipedia.org/wiki/Jawa_Suriname
.